sintren
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber kalangan seniman tradisi cirebon, Sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an, nama sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun katanya sintren adalah nama penari yang masih gadis yang menjadi staring dalam pertunjukan ini.
Kesenian Sintren
berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil
perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih
dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara
tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono
pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian
pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan
tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke
tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa
dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan
di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan
pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh
pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang
penari masih dalam keadaan suci (perawan).
Tari Topeng
Tari
topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari
ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai
topeng. Konon pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon
yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati
berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari
Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang Curug Sewu.
Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa
menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran
Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian
Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.
Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Untuk pastinya kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu pasti. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet
Lukisan Kaca
Konon sejak abad ke 17 Masehi, Lukisan Kaca telah dikenal di Cirebon, bersamaan dengan berkembanganya Agama Islam di Pula Jawa. Pada masa pemerintahan Panembahan Ratu di Cirebon, Lukisan Kaca sangat terkenal sebagai media dakwah Islam yang berupa Lukisan Kaca Kaligrafi dan Lukisan Kaca Wayang.
Batik
Batik
adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi
bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.
Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka
dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu
pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai
ditemukannya Batik Cap yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam
bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik
pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada
corak Mega Mendung, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan
membatik adalah lazim bagi kaum lelaki
Ragam
corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing.
Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan
beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik
pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan
juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah
dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak
phoenix.. Bangsa Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya
adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga
tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau
kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna
biru. Batik tradisional tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai
dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak
memiliki perlambangan masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar